Mirisnya Hidup Menjadi Guru Swasta Daerah
Namanya Pak Wijan. Usianya sudah mendekati 50 tahun. Hampir seperempat
abad ia menjalani takdirnya menjadi guru swasta di sebuah Madrasah
Ibtidaiyah daerah Rembang. Sebuah profesi yang butuh banyak
kerelaan, kesabaran, dan pengorbanan.
Jangan bandingkan dengan guru PNS yang gaji dan tunjangannya
berlapis-lapis. Hidup Pak Wijan sungguh jauh dari cukup. Gajinya hanya
Rp. 325.000,- per bulan. Itupun sudah ditambah dengan berbagai
tunjangan.
“Kan ada sertifikasi Pak” saya mulai menyelidik. “Sertifikasi hanya
untuk tambal sulam Mas. Apa cukup gaji saya tiap bulan untuk makan anak
sama istri? Coba Sampeyan jawab?” pertanyaan itu sungguh menohok.
Ya. Apalah arti uang Rp 325.000. Tentu takkan cukup menghidupi istri dan
kedua anak Pak Wijan. Logika matematika manapun takbisa
menghitung uang sejumlah itu untuk memenuhi kebutuhan hidup selama
sebulan. Ditambah lagi kebijakan-kebijakan manajemen sekolahnya sering
merugikan para guru.
Alih-alih menambah kesejahteraan, seringnya justru mengurangi hak para
gurunya. Sebagai contoh, jika ada bantuan-bantuan dari Kemenag, pihak
yayasan selalu saja memotong hak yang diterima guru. “Jumlahnya cukup
banyak Mas. Apalagi jika tunjangan sertifikasi turun, kami harus
menyetor ke yayasan minimal 11%. Bahkan awalnya mereka minta 25%. BOS,
atau bantuan-bantuan lain tak pernah tahu juntrungnya, seringnya diminta
tanda tangan, tetapi uangnya kami tak tahu” cerita Pak Wijan.
Betapa miris hidup Pak Wijan. Di akhir
pengembaraan intelektualnya ia sepertinya tak banyak punya pilihan,
kecuali menerima takdir. Untung saja komitmennya sebagai pendidik tak
pernah goyah sampai sekarang. Untung saja orang tuanya juga
masih meninggalkan sepetak sawah untuk digarap, sehingga ada sumber
lain untuk bertahan hidup. Jika tidak, mungkin ia sudah pindah profesi
jadi tukang ojek, kuli bangunan, atau pedagang cilok keliling. (din).
TULISAN INI SENGAJA PENULIS COPAS dari: http://edukasi.kompasiana.com ,
agar para pengamat dan pemikir pendidikan di tanah air ini mengetahui
lebih dekat, paling tidak diberitahukan mengenai bagaimana gambaran
sekolah swasta saat ini, ditambah sekolah yang serba gratis termasuk
SEKOLAH SWASTA DIGRATISKAN,,, TAPI GAJIH GURU SWASTA (NON PNS) juga
gratis,,, Apakah ini yang namanya IKHLAS BERAMAL, BETAPA MULIANYA
KEINGINAN PARA PENDIRI SEKOLAH/MADRASAH SWASTA DULUNYA, ,, TAPI
PERNAHKAH TERBAYANG OLEH PARA PENDIRI MADRASAH BAGAIMANA JIKA SEKOLAH
YANG DIDIRIKANNYA AKAN DIGRATISKAN DALAM KEADAAN KEBUTUHAN EKONOMI YANG
SEMAKIN MENINGKAT INI,,,.... , JADI UNTUK PARA GURU SWASTA, AGAR ANDA
TIDAK BERLARUT DALAM KESEDIHAN. BAHWA CERMINAN GURU SEBAGAI PAHLAWAN
TANPA TANDA JASA DAN GURU YANG MEMANG MENGAMALKAN LAMBANG IKLAS BERAMAL
(LAMBANG KAMENAG) ADALAH GURU YANG DI CERMINKAN DI ATAS...
INGAT PARA GURU, KITA TIDAK TAU APA YANG AKAN TERJADI ESOK PAGI, KITA
JUGA TIDAK TAU KAPAN NYAWA KITA BERPISAH DENGAN BADANNYA,,, TETAPI YANG
JELAS, PASTI KITA AKAN KEMBALI KEPADA SANG KHOLIK (TUHAN YANG
MENCIPTAKAN KITA DAN SELURUH YANG ADA DIMUKA BUMI INI). Untuk apa kita
mengejar Harta tanpa melihat asal dan prosesnya?, untuk apa kita
mati-matian untuk mengejar Pegawai Negeri Sipil???, sebab kebahagiaan
itu bukan karena PNS, bukan karena banyak harta???? dan bukan pula
karene kedudukan tinggi, INGAT KEINDAHAN DUNIA INI CUMA KEINNDAHAN YANG
MENIPU...
Jadi kuncinya adalah Ikhlas dalam bekerja, ikhlas dalam mengajar semoga
nantinya menjadi ilmu yang bermanfaat, berarti kita menanam didunia ini
tidak sia-sia,,, amin
- See more at: http://mtsmustaqim.blogspot.com/2013/05/sebuah-potret-sekolah-swasta-daerah.html#sthash.C74TlcjY.dpufMirisnya Hidup Menjadi Guru Swasta Daerah
Namanya Pak Wijan. Usianya sudah mendekati 50 tahun. Hampir seperempat
abad ia menjalani takdirnya menjadi guru swasta di sebuah Madrasah
Ibtidaiyah daerah Rembang. Sebuah profesi yang butuh banyak
kerelaan, kesabaran, dan pengorbanan.
Jangan bandingkan dengan guru PNS yang gaji dan tunjangannya
berlapis-lapis. Hidup Pak Wijan sungguh jauh dari cukup. Gajinya hanya
Rp. 325.000,- per bulan. Itupun sudah ditambah dengan berbagai
tunjangan.
“Kan ada sertifikasi Pak” saya mulai menyelidik. “Sertifikasi hanya
untuk tambal sulam Mas. Apa cukup gaji saya tiap bulan untuk makan anak
sama istri? Coba Sampeyan jawab?” pertanyaan itu sungguh menohok.
Ya. Apalah arti uang Rp 325.000. Tentu takkan cukup menghidupi istri dan
kedua anak Pak Wijan. Logika matematika manapun takbisa
menghitung uang sejumlah itu untuk memenuhi kebutuhan hidup selama
sebulan. Ditambah lagi kebijakan-kebijakan manajemen sekolahnya sering
merugikan para guru.
Alih-alih menambah kesejahteraan, seringnya justru mengurangi hak para
gurunya. Sebagai contoh, jika ada bantuan-bantuan dari Kemenag, pihak
yayasan selalu saja memotong hak yang diterima guru. “Jumlahnya cukup
banyak Mas. Apalagi jika tunjangan sertifikasi turun, kami harus
menyetor ke yayasan minimal 11%. Bahkan awalnya mereka minta 25%. BOS,
atau bantuan-bantuan lain tak pernah tahu juntrungnya, seringnya diminta
tanda tangan, tetapi uangnya kami tak tahu” cerita Pak Wijan.
Betapa miris hidup Pak Wijan. Di akhir
pengembaraan intelektualnya ia sepertinya tak banyak punya pilihan,
kecuali menerima takdir. Untung saja komitmennya sebagai pendidik tak
pernah goyah sampai sekarang. Untung saja orang tuanya juga
masih meninggalkan sepetak sawah untuk digarap, sehingga ada sumber
lain untuk bertahan hidup. Jika tidak, mungkin ia sudah pindah profesi
jadi tukang ojek, kuli bangunan, atau pedagang cilok keliling. (din).
TULISAN INI SENGAJA PENULIS COPAS dari: http://edukasi.kompasiana.com ,
agar para pengamat dan pemikir pendidikan di tanah air ini mengetahui
lebih dekat, paling tidak diberitahukan mengenai bagaimana gambaran
sekolah swasta saat ini, ditambah sekolah yang serba gratis termasuk
SEKOLAH SWASTA DIGRATISKAN,,, TAPI GAJIH GURU SWASTA (NON PNS) juga
gratis,,, Apakah ini yang namanya IKHLAS BERAMAL, BETAPA MULIANYA
KEINGINAN PARA PENDIRI SEKOLAH/MADRASAH SWASTA DULUNYA, ,, TAPI
PERNAHKAH TERBAYANG OLEH PARA PENDIRI MADRASAH BAGAIMANA JIKA SEKOLAH
YANG DIDIRIKANNYA AKAN DIGRATISKAN DALAM KEADAAN KEBUTUHAN EKONOMI YANG
SEMAKIN MENINGKAT INI,,,.... , JADI UNTUK PARA GURU SWASTA, AGAR ANDA
TIDAK BERLARUT DALAM KESEDIHAN. BAHWA CERMINAN GURU SEBAGAI PAHLAWAN
TANPA TANDA JASA DAN GURU YANG MEMANG MENGAMALKAN LAMBANG IKLAS BERAMAL
(LAMBANG KAMENAG) ADALAH GURU YANG DI CERMINKAN DI ATAS...
INGAT PARA GURU, KITA TIDAK TAU APA YANG AKAN TERJADI ESOK PAGI, KITA
JUGA TIDAK TAU KAPAN NYAWA KITA BERPISAH DENGAN BADANNYA,,, TETAPI YANG
JELAS, PASTI KITA AKAN KEMBALI KEPADA SANG KHOLIK (TUHAN YANG
MENCIPTAKAN KITA DAN SELURUH YANG ADA DIMUKA BUMI INI). Untuk apa kita
mengejar Harta tanpa melihat asal dan prosesnya?, untuk apa kita
mati-matian untuk mengejar Pegawai Negeri Sipil???, sebab kebahagiaan
itu bukan karena PNS, bukan karena banyak harta???? dan bukan pula
karene kedudukan tinggi, INGAT KEINDAHAN DUNIA INI CUMA KEINNDAHAN YANG
MENIPU...
Jadi kuncinya adalah Ikhlas dalam bekerja, ikhlas dalam mengajar semoga
nantinya menjadi ilmu yang bermanfaat, berarti kita menanam didunia ini
tidak sia-sia,,, amin
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
- See more at: http://mtsmustaqim.blogspot.com/2013/05/sebuah-potret-sekolah-swasta-daerah.html#sthash.mFF6xxFY.dpuf
Judul: NASIB GURU MADRASAH SWASTA
Ditulis oleh Sonin Saputra
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi
saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari
isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://mtsmustaqim.blogspot.com/2013/05/sebuah-potret-sekolah-swasta-daerah.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel iniDitulis oleh Sonin Saputra
Rating Blog 5 dari 5
Mirisnya Hidup Menjadi Guru Swasta Daerah
Namanya Pak Wijan. Usianya sudah mendekati 50 tahun. Hampir seperempat
abad ia menjalani takdirnya menjadi guru swasta di sebuah Madrasah
Ibtidaiyah daerah Rembang. Sebuah profesi yang butuh banyak
kerelaan, kesabaran, dan pengorbanan.
Jangan bandingkan dengan guru PNS yang gaji dan tunjangannya
berlapis-lapis. Hidup Pak Wijan sungguh jauh dari cukup. Gajinya hanya
Rp. 325.000,- per bulan. Itupun sudah ditambah dengan berbagai
tunjangan.
“Kan ada sertifikasi Pak” saya mulai menyelidik. “Sertifikasi hanya
untuk tambal sulam Mas. Apa cukup gaji saya tiap bulan untuk makan anak
sama istri? Coba Sampeyan jawab?” pertanyaan itu sungguh menohok.
Ya. Apalah arti uang Rp 325.000. Tentu takkan cukup menghidupi istri dan
kedua anak Pak Wijan. Logika matematika manapun takbisa
menghitung uang sejumlah itu untuk memenuhi kebutuhan hidup selama
sebulan. Ditambah lagi kebijakan-kebijakan manajemen sekolahnya sering
merugikan para guru.
Alih-alih menambah kesejahteraan, seringnya justru mengurangi hak para
gurunya. Sebagai contoh, jika ada bantuan-bantuan dari Kemenag, pihak
yayasan selalu saja memotong hak yang diterima guru. “Jumlahnya cukup
banyak Mas. Apalagi jika tunjangan sertifikasi turun, kami harus
menyetor ke yayasan minimal 11%. Bahkan awalnya mereka minta 25%. BOS,
atau bantuan-bantuan lain tak pernah tahu juntrungnya, seringnya diminta
tanda tangan, tetapi uangnya kami tak tahu” cerita Pak Wijan.
Betapa miris hidup Pak Wijan. Di akhir
pengembaraan intelektualnya ia sepertinya tak banyak punya pilihan,
kecuali menerima takdir. Untung saja komitmennya sebagai pendidik tak
pernah goyah sampai sekarang. Untung saja orang tuanya juga
masih meninggalkan sepetak sawah untuk digarap, sehingga ada sumber
lain untuk bertahan hidup. Jika tidak, mungkin ia sudah pindah profesi
jadi tukang ojek, kuli bangunan, atau pedagang cilok keliling. (din).
TULISAN INI SENGAJA PENULIS COPAS dari: http://edukasi.kompasiana.com ,
agar para pengamat dan pemikir pendidikan di tanah air ini mengetahui
lebih dekat, paling tidak diberitahukan mengenai bagaimana gambaran
sekolah swasta saat ini, ditambah sekolah yang serba gratis termasuk
SEKOLAH SWASTA DIGRATISKAN,,, TAPI GAJIH GURU SWASTA (NON PNS) juga
gratis,,, Apakah ini yang namanya IKHLAS BERAMAL, BETAPA MULIANYA
KEINGINAN PARA PENDIRI SEKOLAH/MADRASAH SWASTA DULUNYA, ,, TAPI
PERNAHKAH TERBAYANG OLEH PARA PENDIRI MADRASAH BAGAIMANA JIKA SEKOLAH
YANG DIDIRIKANNYA AKAN DIGRATISKAN DALAM KEADAAN KEBUTUHAN EKONOMI YANG
SEMAKIN MENINGKAT INI,,,.... , JADI UNTUK PARA GURU SWASTA, AGAR ANDA
TIDAK BERLARUT DALAM KESEDIHAN. BAHWA CERMINAN GURU SEBAGAI PAHLAWAN
TANPA TANDA JASA DAN GURU YANG MEMANG MENGAMALKAN LAMBANG IKLAS BERAMAL
(LAMBANG KAMENAG) ADALAH GURU YANG DI CERMINKAN DI ATAS...
INGAT PARA GURU, KITA TIDAK TAU APA YANG AKAN TERJADI ESOK PAGI, KITA
JUGA TIDAK TAU KAPAN NYAWA KITA BERPISAH DENGAN BADANNYA,,, TETAPI YANG
JELAS, PASTI KITA AKAN KEMBALI KEPADA SANG KHOLIK (TUHAN YANG
MENCIPTAKAN KITA DAN SELURUH YANG ADA DIMUKA BUMI INI). Untuk apa kita
mengejar Harta tanpa melihat asal dan prosesnya?, untuk apa kita
mati-matian untuk mengejar Pegawai Negeri Sipil???, sebab kebahagiaan
itu bukan karena PNS, bukan karena banyak harta???? dan bukan pula
karene kedudukan tinggi, INGAT KEINDAHAN DUNIA INI CUMA KEINNDAHAN YANG
MENIPU...
Jadi kuncinya adalah Ikhlas dalam bekerja, ikhlas dalam mengajar semoga
nantinya menjadi ilmu yang bermanfaat, berarti kita menanam didunia ini
tidak sia-sia,,, amin
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
- See more at: http://mtsmustaqim.blogspot.com/2013/05/sebuah-potret-sekolah-swasta-daerah.html#sthash.mFF6xxFY.dpuf
Judul: NASIB GURU MADRASAH SWASTA
Ditulis oleh Sonin Saputra
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi
saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari
isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://mtsmustaqim.blogspot.com/2013/05/sebuah-potret-sekolah-swasta-daerah.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel iniDitulis oleh Sonin Saputra
Rating Blog 5 dari 5
Mirisnya Hidup Menjadi Guru Swasta Daerah
Namanya Pak Wijan. Usianya sudah mendekati 50 tahun. Hampir seperempat
abad ia menjalani takdirnya menjadi guru swasta di sebuah Madrasah
Ibtidaiyah daerah Rembang. Sebuah profesi yang butuh banyak
kerelaan, kesabaran, dan pengorbanan.
Jangan bandingkan dengan guru PNS yang gaji dan tunjangannya
berlapis-lapis. Hidup Pak Wijan sungguh jauh dari cukup. Gajinya hanya
Rp. 325.000,- per bulan. Itupun sudah ditambah dengan berbagai
tunjangan.
“Kan ada sertifikasi Pak” saya mulai menyelidik. “Sertifikasi hanya
untuk tambal sulam Mas. Apa cukup gaji saya tiap bulan untuk makan anak
sama istri? Coba Sampeyan jawab?” pertanyaan itu sungguh menohok.
Ya. Apalah arti uang Rp 325.000. Tentu takkan cukup menghidupi istri dan
kedua anak Pak Wijan. Logika matematika manapun takbisa
menghitung uang sejumlah itu untuk memenuhi kebutuhan hidup selama
sebulan. Ditambah lagi kebijakan-kebijakan manajemen sekolahnya sering
merugikan para guru.
Alih-alih menambah kesejahteraan, seringnya justru mengurangi hak para
gurunya. Sebagai contoh, jika ada bantuan-bantuan dari Kemenag, pihak
yayasan selalu saja memotong hak yang diterima guru. “Jumlahnya cukup
banyak Mas. Apalagi jika tunjangan sertifikasi turun, kami harus
menyetor ke yayasan minimal 11%. Bahkan awalnya mereka minta 25%. BOS,
atau bantuan-bantuan lain tak pernah tahu juntrungnya, seringnya diminta
tanda tangan, tetapi uangnya kami tak tahu” cerita Pak Wijan.
Betapa miris hidup Pak Wijan. Di akhir
pengembaraan intelektualnya ia sepertinya tak banyak punya pilihan,
kecuali menerima takdir. Untung saja komitmennya sebagai pendidik tak
pernah goyah sampai sekarang. Untung saja orang tuanya juga
masih meninggalkan sepetak sawah untuk digarap, sehingga ada sumber
lain untuk bertahan hidup. Jika tidak, mungkin ia sudah pindah profesi
jadi tukang ojek, kuli bangunan, atau pedagang cilok keliling. (din).
TULISAN INI SENGAJA PENULIS COPAS dari: http://edukasi.kompasiana.com ,
agar para pengamat dan pemikir pendidikan di tanah air ini mengetahui
lebih dekat, paling tidak diberitahukan mengenai bagaimana gambaran
sekolah swasta saat ini, ditambah sekolah yang serba gratis termasuk
SEKOLAH SWASTA DIGRATISKAN,,, TAPI GAJIH GURU SWASTA (NON PNS) juga
gratis,,, Apakah ini yang namanya IKHLAS BERAMAL, BETAPA MULIANYA
KEINGINAN PARA PENDIRI SEKOLAH/MADRASAH SWASTA DULUNYA, ,, TAPI
PERNAHKAH TERBAYANG OLEH PARA PENDIRI MADRASAH BAGAIMANA JIKA SEKOLAH
YANG DIDIRIKANNYA AKAN DIGRATISKAN DALAM KEADAAN KEBUTUHAN EKONOMI YANG
SEMAKIN MENINGKAT INI,,,.... , JADI UNTUK PARA GURU SWASTA, AGAR ANDA
TIDAK BERLARUT DALAM KESEDIHAN. BAHWA CERMINAN GURU SEBAGAI PAHLAWAN
TANPA TANDA JASA DAN GURU YANG MEMANG MENGAMALKAN LAMBANG IKLAS BERAMAL
(LAMBANG KAMENAG) ADALAH GURU YANG DI CERMINKAN DI ATAS...
INGAT PARA GURU, KITA TIDAK TAU APA YANG AKAN TERJADI ESOK PAGI, KITA
JUGA TIDAK TAU KAPAN NYAWA KITA BERPISAH DENGAN BADANNYA,,, TETAPI YANG
JELAS, PASTI KITA AKAN KEMBALI KEPADA SANG KHOLIK (TUHAN YANG
MENCIPTAKAN KITA DAN SELURUH YANG ADA DIMUKA BUMI INI). Untuk apa kita
mengejar Harta tanpa melihat asal dan prosesnya?, untuk apa kita
mati-matian untuk mengejar Pegawai Negeri Sipil???, sebab kebahagiaan
itu bukan karena PNS, bukan karena banyak harta???? dan bukan pula
karene kedudukan tinggi, INGAT KEINDAHAN DUNIA INI CUMA KEINNDAHAN YANG
MENIPU...
Jadi kuncinya adalah Ikhlas dalam bekerja, ikhlas dalam mengajar semoga
nantinya menjadi ilmu yang bermanfaat, berarti kita menanam didunia ini
tidak sia-sia,,, amin
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
- See more at: http://mtsmustaqim.blogspot.com/2013/05/sebuah-potret-sekolah-swasta-daerah.html#sthash.mFF6xxFY.dpuf
Judul: NASIB GURU MADRASAH SWASTA
Ditulis oleh Sonin Saputra
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi
saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari
isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://mtsmustaqim.blogspot.com/2013/05/sebuah-potret-sekolah-swasta-daerah.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel iniDitulis oleh Sonin Saputra
Rating Blog 5 dari 5